Istilah Islam Nusantara dari Segi Gramatika Bahasa Arab, Paham Ente?!

“Islam Nusantara” dilihat dari sudut gramatika bahasa Arab. Terdapat keunikan tersendiri ketika Kiai Afifuddin Muhajir menjelaskan bahwa “Islam Nusantara” itu tersusun dari tarkib idhafi (التركيب الإضافي). Karena itu, Islam Nusantara memiliki tiga, kemungkinan makna; Pertama, Islam Nusantara bermakana Islam yang dipahami dan dipraktekkan kemudian menginternalisasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Inilah pengertian Islam Nusantara dengan memperkirakan adanya huruf jar “fi”pada frase Islam Nusantara إسلام في نوسانتارا(Islam fi nusantara).

Kedua, dengan memperkirakan huruf jar “ba”‘ di antara kata Islam danNusantara, إسلام بنوسانتارا (lslam bi Nusantara) denganini, maka Islam Nusantara menunjuk pada konteks geografis, Yaitu “Islam” yang berada di kawasan Nusantara laIu, apa yang dimaksud Nusantara itu? Nusantara bisa merujuk Padawilayah Indonesia modern sekarang, yuitu negara dengan gugusan pulau-pulau besar dan kecil yang membentangdari Sabang sampai Merauke. Nurcholish madjid mengatakan bahwa Nusantara itu lebih besar dariIndonesia modern sekarang, mencakup Semenanjung Melayu, Kalimatan bagianUtara, Mindanao, Thailand bagianselatan, hingga Formusa dan Madagaskar.

Dua makna Islam Nusantara di atas jelas menunjuk pada pengertian Islam ‘Nusantara
yang bersifat antropologis dan sosiologis. Karena itu, jenis keislaman yang tumbuh dan berkembang di Nusantarabisa berbeda dengan jenis keislaman yang tumbuh dan berkembang di TimurTengah. Dua makna Islam Nusantaradi atas meniscayakan kehadiran Islam terus-menerus yang berdialektika dengan kebudayaan masyarakat Nusantara.

Ketiga, pengertian Islam Nusantara dengan memperkirakan huruf jar “lam” yang mengantarai kata “Islam”dan “Nusantara”. Dengan ini, إسلام لنوسانتارا “Islam” tampak sebagai subyek, sementara”Nusantara” adalah obyek. Dengan demikian, Islam Nusantara adalah pengejawantahan ajaran Islam kepada masyarakat Nusantara. Dahulu misalnya para Wali Songo mendakwahkan ajaran islam yang ramah dan santun kepada masyarakat jawa. Nilai-nilai toleransi dan kemanusiaan yang bercorak sufistik itulah yang membentuk corak keislaman yang berkembang di tanah air.

Ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin Islam. Ia hanya ingin membentuk tafsiran ajaran yang sesuai dengan ajaran universal Islam dan mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Upaya akademik pertama itu dalam ilmu ushul fikih disebut “takhrijal-manath” (تخريج المناط), sedangkan upaya keduadisebut “tahqiq al-manath” (تحقيق المناط). Penjelasan sederhananya demikian. Pertama, takhriijal-manath sebagai kerja intelektual untukmembuat tafsir Islam yang relevan dengan konteks zaman. Salah satu hasil akademik dari kerja takhriij al-manath ini adalah dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara dicapai berdasarkan konsensus dikalangan para pendiri bangsa (founding fathers) setelah sebelumnya terjadi perdebatan panjang di antara mereka. Nurcholish Madjid dengan meminjam bahasa Alquran menyebut Pancasila sebagai “kalimah sawa” atau “common platform”yang merekatkan seluruh warga Negara.

Dengan ini bisa dinyatakan bahwa Pancasila merupakan hasil ijtihad تخريج المناط (takhrijal-manath) para pendiri bangsa Indonesia. Pancasila hanya ada di Indonesia, tidak ada di negara-negara lain. Ia dianggap paling relevan untuk menyatukan seluruh bangsa yang menganut agama yang berbeda-beda. Dengan perkataan lain, Pancasila adalah semen yang merekatkan seluruh warga negara yang berbeda latar belakang agama, budaya, bahasa, etnis,dan suku.

Kedua, yaitu تحقيق المناط (tahqiq al-manath) yang dalam prakteknya bisa berbentuk,
مصلحة مرسلة, استحسان، عرف
Dengan merujuk pada dalil, “apa yang dipandang baik oleh kebanyakan manusia,maka itu juga baik menurut allah swt
ما رآه المسلمون حسن فهو عند الله حسن
Ulama Malikiyah tak ragu menjadikan istihsan sebagai dalil hukum. Dan kita tahu, salah satu bentuk istihsan adalah meninggalkan hukum umum حكم الكل(hukm kulli) dan mengambil hukum pengecualian حكم الجزء(hukm juz’ i).

Sekiranya istihsan banyak membuat hukum pengecualian, maka “urf” sering mengakomodasi kebudayaan lokaI. Sebuah kaidah menyatakan:
الثابت بالعرف كالثابت بالناص
(sesuatu yangditetapkan berdasar tradisi “sama belaka kedudukannya” dengan sesuatu yang ditetapkan berdasar Alquran-Hadis).Kaidah fikih lain menyatakan:
العادة محكمة
(adat bisa dijadikan sumberhukum).

Sejauh tradisi itu tak menodai prinsip-prinsip kemanusiaan, maka ia bisa tetap dipertahankan. Sebaliknya jika, tradisi itu mengandung unsur yang dapat mencederai martabat kemanusiaan, maka tak ada alasan untuk melestarikannya. Dengan demikian, Islam Nusantara tak menghamba pada tradisi karena tradisi memang tak kebal kritik. Sekali lagi, hanya tradisi yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang perlu dipertahankan.
Sementara tradisi yang bertentangan
dengan universalitas Islam, maka ia harus
ditentang.

Izzuddin ibn Abdis Salam dalamQawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anammenyatakan:
فائدة التكاليف كلها راجعة إلى مصالح العباد
tercapainya kemaslahatan manusia adalah tujuan dari seluruh pembebanan hukum dalam Islam. Demikian pentingnya kemaslahatan tersebut maka kemaslahatan yang tak diafirmasi oleh teks Alquran-Hadis pun bisa dijadikan sebagai sumber hukum. Tentu dengan catatan, kemaslahatan itu tak dinegasi nash Alquran-Hadis. Itulah مصلحة مرسلة (mashlahah mursalah).

Dengan demikian, jelas bahwa dalam penerapan Alquran dan Hadis,Islam Nusantara secara “metodologis”, bertumpu pada istilah dalil tersebut, yaitu:
مصلحة مرسلة, استحسان، عرف
(mashlahah mursalah, istihsan, dan ‘urf)
Tiga dalil itu dipandang relevan karena
sejatinya Islam Nusantara lebih banyak
bergerak pada aspek الاجتهاد التطبيقي (ijtihad tathbiqi)ketimbang الاجتهاد الاستنباطي(ijtihad istinbathi). Jika ijtihad istinbathi tercurah pada bagaimana menciptakan hukum انشاء الحكم (insya al-hukm),maka ijtihad tathbiqi berfokus pada aspek penerapan hukum تطبيق الحكم (tathbiq al-hukm) Sekiranya ujian kesahihan ijtihad istinbathi dilihat salah satunya dari segi koherensi dalil-dalilnya, maka ujian ijtihad tathbiqi dilihat dari korespondensinya dengan aspek kemanfaatan di lapangan (Abdul Moqsith Ghazali)

Islam Nusantara tidak pernah anti Arab, karena Islam itu bukan Arabisme dan sepiritnya pun Universal, Islam Nusantara tidak pernah anti Barat karena pada prinsipnya mengambil kebaikan dari mana-pun sumbernya.

di tengah kecenderungan sebagian umat Islam untukmendakwahkan Islam dengan jalan kekerasan, maka “jalan damai Islam”yang fondasinya telah diletakkan paraulama Nusantara bisa dijadikan solusiuntuk menyelesaikan konflik dan ketegangan. Harapannya melalui jalan damai ini kemajuan di berbagai aspek kehidupan bisa dicapai. Bukankah dalam suasana damai, umat Islam bisa bekerjalebih produktif dengan mengembangkan ilmu pengetahuan, memperbaiki perekonomian umat, dan lain-lain. Sebaliknya, dalam situasi kekerasan yangtak berkesudahan energi umat Islam akan terkuras untuk pekerjaan yang tak- banyak gunanya bagi kepentingan
عز الاسلام والمسلمين، عز نوسانتارا ونوسانتاريين، عز إندونيسيا وإندونسيين.

والله إني فقير لعفو الله وغفرانه

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.